Beban Berat di Pundak Kade

Ahad, 27 Oktober 2024 - 10:01:30 WIB

Oleh Chaidir
(Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

PIMPINAN DPRD Provinsi Riau, satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua, resmi dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan pada 24 Oktober 2024 beberapa hari lalu. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Provinsi Riau, DPRD Provinsi Riau dipimpin oleh PDIP setelah memperoleh kursi terbanyak dalam Pemilu 2024 (11 kursi), disusul Partai Golkar (10 kursi), PKS (10 kursi) dan Gerindra (8 kursi). Kaderismanto sang Ketua, yang biasa dipanggil Kade, kader murni PDIP – partai berlambang banteng ini – langsung mendapat beban berat memikul amanah sebagai orang nomor satu di lembaga perwakilan rakyat tersebut.

Sudah menjadi rahasia umum, dengan kata lain, sudah tak rahasia lagi, sebagaimana diberitakan berbagai media, DPRD Riau sedang “tidak baik-baik saja”. Ibaratnya, DPRD Riau sedang tak enak bodi, demam meriang batuk-batuk. Kaderismanto dan kawan-kawan dihadapkan pada tanggungjawab moral untuk membuat DPRD Riau kembali bugar, terbebas dari beban psikologis.

Secara ringkas, beban berat yang dihadapi Pimpinan DPRD Riau periode 2024-2029 dapat  dikelompokkan sebagai tantangan internal dan eksternal sekaligus. Secara internal Pimpinan DPRD dituntut membangun komunikasi politik dan kolaborasi yang baik dengan seluruh anggota DPRD sebagai sebuah super-team demi menegakkan marwah atau harga diri (dignity) lembaga perwakilan rakyat tersebut dan mengembalikan kepercayaan publik (social trust).

Seperti diberitakan berbagai media (media cetak, media elektronik, media online dan media sosial), DPRD Riau menghadapi masalah hukum karena beberapa personilnya terindikasi dugaan penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif. Dalam kasus ini diduga ada keterlibatan oknum Pimpinan DPRD, oknum Anggota DPRD, oknum PNS Sekretariat DPRD, dan bahkan juga oknum Tenaga Harian Lepas (THL). Bila nanti dalam penyidikan terbukti, tentu menjadi masalah serius bagi lembaga. Semoga sajalah itu hanya sebuah mimpi buruk di siang bolong.

Tapi masalahnya, dalam era keperkasaan media, keterbukaan dan kebebasan tak berbandrol seperti sekarang, tak ada orang yang bisa bersembunyi di balik sehelai ilalang atau menyuruk dalam aquarium tembus pandang. Atau seperti burung onta yang bersembunyi, dia pikir sudah aman dengan menyurukkan kepalanya di gurun pasir, dia lupa badannya yang besar tak bisa disembunyikannya. Segala gerak-gerik “pemain” akan mudah terpantau. Mengaku atau tidak mau mengaku salah, atau melakukan pembelokan-pembelokan, atau pembenaran-pembenaran, atau pembiaran-pembiaran oleh aparat penegak hukum, hanya akan memperburuk situasi. Kecurigaan malahan akan menyebar kemana-mana menimbulkan sakwasangka dan ketidakpercayaan sosial (social distrust) kepada lembaga-lembaga.

Masalah eksternal yang dihadapi oleh DPRD Provinsi Riau adalah tuntutan untuk mengoptimalkan kedudukan dan fungsinya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UU no 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Disebutkan dalam Penjelasan Umum butir 2 UU tersebut: “Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.”

Fungsi tersebut belum berjalan optimal. Rakyat yang memberi mandat, yang kesejahteraannya harusnya meningkat pesat karena kekayaan sumber daya alam yang kita miliki, masih jauh panggang dari api. Ketertinggalan infrastruktur, sarana prasarana pendidikan, kemiskinan ekstrim, stunting, masih menjadi momok. Bila hendak diringkas penyebabnya adalah karena komitmen keberpihakan (political will) penyelenggara pemerintahan di daerah masih rendah.

Pada sisi lain rakyat pemberi mandat itu sudah melek politik, artinya, sudah semakin sadar akan hak-hak politiknya. Sudah semakin tak sabar mengharapkan peningkatan kesejahteraan. Maka tak ada pilihan lain bagi Kade dan kawan-kawan, DPRD Riau dituntut kreatif, inovatif, solutif terhadap berbagai persoalan pembangunan daerah. Salah satu kebutuhan dasar manusia (basic need) menurut MacClelland adalah need for achievement (kebutuhan akan prestasi). Tidak ada pimpinan dan anggota DPRD yang tidak ingin berprestasi, semua pasti ingin menunjukkan prestasi, kinerja the best. Maka bergegaslah raihlah prestasi melalui komunikasi, kolaborasi dan literasi dengan semangat menyala. Tunjukkan kemampuan terbaik sebagai orang yang terpilih di antara yang terbaik. Jaga marwah dan harga diri, maka DPRD Riau akan menjadi unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang mampu memberi solusi terhadap berbagai masalah daerah, bukan menjadi sumber masalah. Selamat bertugas Wakil Rakyat Yang Terhormat.***