ilustrasi
Betuah pekanbaru- Yong menatap lirih ke arah hulu. Sinar matanya berbinar setelah ada tanda-tanda cuaca bakal segera berubah, tidak lagi seperti sekarang yang terus menerus hujan dan menyebabkan sungai siak bertambah dalam.
Tapi dugaannya meleset, hampir setiap saat hujan deras mengguyur Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Timur, Pekanbaru. Dan itu sudah berlangsung hampir 2 bulan lamanya.
Yong tentu kecewa, hatinya gundah. Rintik hujan itu, merupakan penanda jika Sungai Siak, tempatnya sehari-hari mencari nafkah belum dapat diarungi untuk menjala udang atau ikan.
Yong memutuskan pulang. Dengan langkah gontai, ia membuka pintu dan segera meraih kain sarung kesayangannya. Di atas kursi oitu, ia duduk membungkus diri di teras sambil terus memutar otak untuk mencari pekerjaan lain yang kiranya bisa menutupi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Maklum saja, Yong dan nelayan tradisional lain di daerah ini sudah lebih 2 bulan tak punya penghasilan apa-apa, tak ada hasil tangkapan untuk dijual. Saat sungai dalam kondisi begini, udang yang biasa dijalanya kabur entah kemana.
"Udang atau ikan yang biasa dijala lari entah kemana saat air sungai dalam. Kami tak ada penghasilan, sudah berbulan," kata Yong sambil berusaha mengembangkan senyum.
Senyum Yong itu, adalah senyum getir. Senyum nestapa yang mewakili nelayan lain di Okura yang juga bernasib sama dengannya.
Yong sadar bahwa kondisi sungai sangat tergantung dengan cuaca. Namun tahun ini, terasa agak panjang dan amat melelahkan. Dia tak punya titel pendidikan untuk beralih kerja, dia tak punya keterampilan lain kecuali menyandang dan mengibaskan jala.
Yong sangat menyadari bahwa Okura tidak banjir sebagaimana daerah kebanyakan di Riau saat ini. "Beruntung juga, tapi tetap saja susah," katanya.
Hal yang sama juga dialami oleh Hanafi, warga Okura yang punya perahu sewa bagi para penghobi mancing.
"Sekarang, atau dalam situasi sekarang, yang menyewa perahu paling banyak satu hari dalam seminggu. Orang-orang tak bisa mancing, dinginnya air sungai membuat udang atau ikan sepertinya malas melahap umpan," tuturnya suatu ketika.
Baik Yong atau Hanafi berharap ada bantuan bagi para nelayan dari pemerintah untuk mengatasi kebutuhan hidup saat ini.
Masyarakat nelayan Okura, tak ingin berpikir muluk-muluk bahwa ada perusahaan yang berdiri megah di sekitar mereka yang akan menyalurkan bantuan.
Tak ada itu! Mereka tak peduli dengan nasib masyarakat Okura, yang ada malah membuat penghasilan nelayan semakin hari semakin berkurang.
Ada banyak perusahaan skala besar atau perusahaan-perusahaan lain di sekitar mereka. Termasuk PT. Surya Intisari Raya (SIR) yang saat ini tengah dituntut untuk memberikan hak masyarakat tempatan Okura atas 20% hak kemitraan atas luas HGU yang mereka miliki saat ini.
Berdasarkan Wikipedia, Kelurahan Tebing Tinggi Okura memiliki luas wilayah 14 km² dan terdiri dari 6 RW dan 19 RT dengan jumlah penduduk 5.126 jiwa.
Sebagian besar penduduknya adalah penduduk asli pribumi, tetapi tidak sedikit yang merupakan penduduk pendatang. Adapun masyarakat yang mendiami daerah tersebut terdiri dari suku Melayu, Jawa, Batak, dan Minang. Kelurahan Tebing Tinggi Okura terletak di sebelah utara Kota Pekanbaru.(cei)***