DAWAI, Rejung Cucung Serunting

Sabtu, 30 Maret 2024 - 14:45:26 WIB Cetak

Embun itu perlahan jatuh
dan menghilang diantara pekatnya padang

Rejung itu...
Betapa ingin dia pulang

Hop, Panggil Aku Cucung Serunting!

Sehabis subuh, Nenek Rangup, selalu berejung, yang dalam bahasa kami semacam nyanyian tentang perjalanan hidup atau cerita lainnya, baik itu tentang suka maupun duka yang disampaikan melalui tutur.

Tak banyak yang paham dengan tutur rejung Nenek Rangup. Terkadang nenek bercerita melalui rejung masa gadisnya dulu di Alas Maras, Bengkulu, tapi ada kalanya Nenek seperti menangis menyampaikan harapan terhadap anak cucunya.

Karena kedekatan dengan nenek, aku punya julukan sendiri, Tungkat (tongkat). Maknanya, nenek berharap aku nanti menjadi tiang utama bagi keluarga besar.

Suara hatinya, tergambar jelas dari hentakan urak atau penghalus sirih dari bambu miliknya, apalagi diantara pekatnya subuh.

Rejung Nenek, adalah rejung untaian mutiara yang mewakili kami cucu-cucunya agar selalu mendapat perlindungan dan nasehat-nasehat bernas lainnya.

Suatu ketika, Nenek berejung panjang sekali. Rejung yang bertutur tentang betapa perih rindu itu mendera karena ingin bertemu salah seorang buah hati yang sejak puluhan tahun tak berkabar, tak pula tahu dimana berada. Dan nyatanya, hingga Nenek Berpulang, kami juga tak pernah mengetahui, bahkan hingga saat ini kabar anginpun tak ada.

Setelah fajar menyingsing, Nenek akan lantas ke Pauak di belakang rumah, sumur dangkal tempatnya biasa belangigh, bahasa kami untuk menyebut mencuci rambut dengan menggunakan parutan kelapa.

Usai mandi, Nenek pastilah meraih parang. Menyibukan diri dengan kegiatan apa saja, membersihkan halaman rumah atau lebih sering mengumpulkan Ndayang (pelepah) kelapa yang sudah jatuh untuk bahan utama membuat api saat masak nanti.

Nenek Rangup selalu kuat, tak pernah mengeluh sakit pinggang dan segala macam. Pengalamannya tentang obat-obatan tua dengan berbagai jenis tumbuhan, menjadikannya senantiasa sehat.

o0o

Rejung Nenek, pada saat sekarang benar-benar selalu teringat olehku. Ada Dawai yang jauh, membuatku selalu kepikiran dan iba hati.

Nenek jarang berganti Urak Sighiah (sirih). Dibawanya kemana pergi, apalagi ketika bertemu teman-temannya di sekitar rumah.

Tik Tak Tik Tak

Begitu bunyi mereka Meng-urak saling bersahutan.

Bila dirasa cukup halus, sirihnya dikeluarkan untuk kemudian dinikmati bersama sambil bertukar obrolan soal anak, cucu dan cerita rumah tua di kampung halaman dan segala macam.

Nenek paling bangga kalau bercerita soal Abah. Bapakku yang selalu terlihat gagah dan berwibawa.

Tidak hanya sebagai Tentara, tapi juga banyak keahlian lainnya. Memancing di laut, menembak rusa, memasang jerat burung, demikian pula olahraga seperti sepak bola, badminton dan lain sebagainya.

Abah juga pernah ditunjuk sebagai Manager dan membuat jaya klub sepak bola dan Volley Ball Kodim 0408 Bengkulu Selatan.

Begitu seterusnya obrolan nenek hingga berpamitan pada beberapa saat setelahnya.

Kalau sudah begitu, biasanya aku yang akan dipanggil untuk mengambil atau membereskan peralatan sirih yang berserakan.

"Ui Tungkat... sinilah cung".

Suara nenek demikian khas dengan logatnya memanggilku. Aku tahu persis, kalau sudah begitu, pasti nenek minta tolong sesuatu.

Aku akan senang kalau sudah begitu, karena senyumnya adalah senyum bangga pada cucunya yang sudah beranjak besar dan diharapkannya sebagai Tungkat.

Ya.... Aku memang Tungkat dan Aku Cucung Serunting!



Baca Juga Topik #serba serbi+
Tulis Komentar +
Berita Terkait+